Monday, December 24, 2012

Pantai Pasir Putih, Tanjung Bira

Liburan kali ini menyempatkan jalan-jalan ke Pantai Pasir Putih, Tanjung Bira, Kab. Bulukumba
Berjarak 185 KM di selatan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Ditempuh dengan perjalanan bis antarkota ataupun mobil angkutan umum berjenis Panther atau Kijang selama 4 s/d 5 jam perjalanan.
Biaya angkutan biasanya sekitar Rp. 50.000,- 
Pantai Bira terkenal dengan keindahan pemandangan lautnya, Pantai yang memiliki pasir putih.

Alhamdulillah, sampai dengan selamat,..
Berfoto narsis dulu, dengan background Hotel D' Prahu

Laut yang jernih dan tenang di pagi hari,...
sangat enak untuk berenang, sekedar melepaskan penat atau beban kerja
sehari-hari di kantor :)

Foto tanjung-nya Bira
Beberapa Perahu sedang parkir,
Perahu ini biasanya disewa oleh pengunjung untuk berjalan-jalan ke Pulau Liukang
Pulau yang secara administrative masuk wilayah Kab. Bulukumba ini terkenal dengan
penangkaran penyu, pantai yang jernih
berjarak tempuh sekitar 15 Menit dari Pantai Bira, Biaya sekitar Rp. 250.000,- untuk 
pergi dan pulang. :)

Panorama Landscape Pantai Bira

Banana Boat,
Untuk menikmati keindahan sekeliling Pantai Bira, bisa menyewa
Banana Boat, Rp. 100.000,- Untuk 5 (Lima) orang + 1 Orang di perahu
untuk foto-foto.
Bisa juga meminta Operator Banana Boat untuk menjatuhkan teman di laut
agar lebih merasakan sensasinya. (bukan bermaksud mencelakakan yah :))
Hahhah ...




Sampai ketemu lagi Pantai Bira :)


Thursday, November 29, 2012

Dimanakah Allah ?

Dimanakah Allah ?


Pada masa sekarang ini, di mana banyak diantara kaum muslimin yang sudah sangat menyepelekan masalah aqidah shahihah yang merupakan masalah 
paling pokok dalam agama ini, maka akan kita dapati dua jawaban yang batil dan kufur dari pertanyaan “Dimana Allah?”. Yang pertama mereka yang mengatakan bahwasanya Allah ada dalam diri setiap kita? Dan kedua yaitu yang mengatakan Allah ada di mana-mana atau di segala tempat?

Seorang Budak Pun Tahu Dimana Allah

Ketahuilah wahai Saudaraku, pertanyaan “Dimana Allah?” adalah pertanyaan Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya. “Beliau bertanya kepada budak perempuan itu, ‘Dimanakah Allah?’ Jawab budak perempuan, ‘Di atas langit’ Beliau bertanya lagi, Siapakah aku? Jawab budak perempuan, ‘Engkau adalah Rosululloh’, Beliau bersabda, ‘Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman)’.” (HR. Muslim dan lainnya)

Maka perhatikanlah dengan seksama masyarakat tersebut, yang mana Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam berjihad bersama mereka, aqidah mereka sempurna (merata) hingga pada para penggembala kambing sekalipun, yang mana perjumpaan (pergaulan) mereka dengan Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit, seperti penggembala kambing ini. Kemudian bandingkanlah dengan realita kaum muslimin sekarang ini, niscaya akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh.

Keyakinan di mana Allah termasuk masalah besar yang berkaitan dengan sifat-sifat-Nya yaitu penetapan sifat Al-’Uluw (sifat ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Dia di atas seluruh mahluk), ketinggian yang mutlak dari segala sisi dan penetapan Istiwa’ (bersemayam)-Nya di atas Al-’Arsy, berpisah dan tidak menyatu dengan makhluk-Nya sebagaimana yang diyakini oleh kaum Wihdatul Wujud, yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan sekarang.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan penetapan sifat ini sangatlah banyak, sangat lengkap dan jelas, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma’, akal dan fitrah sehingga para ulama menganggapnya sebagai perkara yang bisa diketahui secara mudah oleh setiap orang dalam agama yang agung ini.



Dalil-Dalil Al Qur’an

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “(Robb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thoha: 5). Dan pada enam tempat dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Kemudian Dia Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy.” (Al-A’raf: 54). ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling tinggi berada di atas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas, “Dan ‘Arsy tidak seorang pun dapat mengukur berapa besarnya.” (Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, sanadnya Shahih). Ayat ini jelas sekali menunjukkan ketinggian dan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit serta menutup jalan untuk meniadakan atau menghilangkan sifat ketinggian-Nya atau mentakwilkannya. Para ulama Ahlus Sunnah pun sepakat bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ber-istiwa’ di atas ‘Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa mempertanyakan bagaimana cara/kaifiyat istiwa’-Nya. Dan perlu diketahui bahwa penetapan sifat ini sama dengan penetapan seluruh sifat Allah yang lainnya, yaitu harus berjalan di atas dasar penetapan sifat Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa ada penyerupaan sedikitpun dengan makhluk-Nya.



Dalil-Dalil As Sunnah
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah juga sangat banyak, di antaranya adalah sabda Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Tidakkah kalian percaya padaku sedangkan aku adalah kepercayaan Yang berada di atas langit. Datang kepadaku wahyu dari langit di waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhori-Muslim). Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Rahman, sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh Yang berada di atas langit.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Imam Al-Albani). Begitu pula dengan hadits pertanyaan Rosululloh kepada budak perempuan yang telah disebutkan di atas. Imam Adz-Dzahabi berkata setelah membawakan hadits budak perempuan di atas, “Demikianlah pendapat kami bahwa setiap orang yang ditanyakan di manakah Allah, dia segera menjawab dengan fitrahnya, ‘Allah di atas langit!’ Dan di dalam hadits ini ada dua perkara yang penting; Pertama disyariatkannya pertanyaan, ‘Dimana Allah?’ Kedua, disyariatkannya jawaban yang ditanya, ‘Di atas langit’. Maka siapa yang mengingkari kedua perkara ini maka sesungguhnya dia mengingkari Al-Musthofa shollAllahu ‘alaihi wa sallam“. (Mukhtashor Al-’Uluw)

Akan tetapi realita kaum muslimin sekarang amat sangat memprihatinkan. Pertanyaan ini justeru telah menjadi sesuatu yang ditertawakan dan jarang dipertanyakan oleh sebagian jama’ah-jama’ah dakwah di zaman ini? Ataukah justru pertanyaan ini telah menjadi bahan olok-olokan semata? Ataukah kaum muslimin sekarang ini telah memahami pentingnya berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, meskipun mereka menyia-nyiakan hak Allah? Maka kapankah Allah akan mengizinkan untuk melepaskan, membebaskan dan memerdekakan kita dari orang-orang kafir yang menghinakan dan merendahkan kita sebagaimana telah dibebaskannya seorang wanita dari hinanya perbudakan setelah ia mengenal dimana Allah?



Konsekuensi Jawaban yang Keliru

Alangkah batilnya orang yang yang mengatakan bahwasanya Allah berada di setiap tempat atau Allah berada di mana-mana karena konsekuensinya menetapkan keberadaan Allah di jalan-jalan, di pasar bahkan di tempat-tempat kotor dan berada di bawah makhluk-Nya. Kita katakan kepada mereka, “Maha Suci Allah dari apa-apa yang mereka sifatkan.” (Al-Mu’minun: 91). Dan sama halnya juga dengan orang yang mengatakan bahwasanya Allah ada dalam setiap diri kita (??) karena konsekuensinya Allah itu banyak, sebanyak bilangan makhluk? Maka aqidah seperti ini lebih kufur daripada aqidahnya kaum Nashrani yang mengakui adanya tiga tuhan (trinitas). Lebih-lebih lagi mereka yang mengatakan bahwa Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di depan, tidak di belakang karena hal ini berarti Allah itu tidak ada (??) maka selama ini siapa Tuhan yang mereka sembah? Adapun orang yang “diam” dengan mengatakan, “Kami tidak tahu Dzat Allah di atas ‘Arsy atau di bumi” mereka ini adalah orang-orang yang memelihara kebodohan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat yang salah satunya adalah bahwa ia istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu “diam” darinya dengan ucapan “Kami tidak tahu” nyata-nyata telah berpaling dari maksud Allah. Pantaslah jika Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, tentunya setelah ditegakkan hujjah atas mereka.



Dalil Fitrah


Sebenarnya tanpa adanya dalil naqli tentang keberadaan Allah di atas, fitrah kita sudah menunjukkan hal tersebut. Lihatlah jika manusia berdo’a khususnya apabila sedang tertimpa musibah, mereka menengadahkan wajah dan tangan ke langit sementara gerakan mata mereka ke atas mengikuti isyarat hatinya yang juga mengarah ke atas. Maka siapakah yang mengingkari fitrah ini kecuali mereka yang telah rusak fitrahnya? Bahkan seorang artis pun ketika ditanya tentang kapan dia mau menikah maka dia menjawab, “Kita serahkan pada Yang di atas!” Maka mengapa kita tidak menjawab pertanyaan “Dimana Allah?” dengan fitrah kita? Dengan memperhatikan kenyataan ini, lalu mengapa kita lebih sibuk menyatukan suara kaum muslimin di kotak-kotak pemilihan umum sementara hati-hati mereka tidak disatukan di atas aqidah yang shahih? Bukankah persatuan jasmani tidak akan terwujud bilamana ikatan hati bercerai-berai? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu mengira mereka itu bersatu, padahal hati-hati mereka berpecah-belah.” (Al-Hasyr: 14). Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan.

***
Penulis: Abu Ibrohim Hakim

Thursday, August 16, 2012

Keutamaan Hari Jum'at

Bismillahirahmanirrahim ...

Apa yang Hendaknya Kita Lakukan dan Tidak Kita Lakukan pada Hari Jum’at
--------------------------------------------------------------------------------------

# Keutamaan hari Jumat adalah:

1)-Sebaik-baik hari

Sabda Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam : “Hari terbaik yang memancarkan sinar mataharinya ialah hari Jumaat. Padanya diciptakan Adam AS, padanya dimasukkan dia ke dalam syurga dan padanya dikeluarkan dia darinya. Dan tidak akan berlaku hari Kiamat kecuali pada hari Jumaat.” (Sahih Muslim: 854 )

2)-Hari Kiamat datang pada hari Jumat.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Tidaklah makhluk melata kecuali pasti sangat cemas pada hari Jum’at sejak subuh tiba hingga matahari terbit, karena takut jika kiamat datang. Kecuali manusia dan jin.” (HR Ibnu Hibban).

3)-Pada hari Jumat ada saat dikabulkannya Do’a
Rasulullah saw bersabda: “Pada hari itu ada saat dimana tidaklah seorang hamba yg muslim berdoa sedang ia juga mendirikan shalat,lalu ia memohon kepada Allah sesuatu,kecuali ia akan diberi.” (Hr. Bukhori)

4)-Hari pengampunan Dosa
Rasulullah saw bersabda, ” Dari shalat sampai shalat pada shalat 5 waktu dan Jum’at sampai Jum’at,dari ramadhan sampai ramadhan berikutnya adalah penebus dosa dosa diantaranya jika pada masa itu dosa dosa besar dijauhi.” ( HR. Muslim ). Atau dalam riwayat lain Rasulullah menjelaskan, “Barangsiapa berwudlu dengan baik, kemudian mendatangi Jum’at lalu mendengarkan dan diam,diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at sebelumnya,dan ditambah 3 hari.” ( HR.Muslim ).

# Yang Hendaknya kita lakukan pada hari Jumat adalah:

1)-Mandi dan berwangi-wangian (bagi lelaki saja).
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandi pada hari Jumaat itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Hendaklah dia menggosok gigi dan memakai wewangian jika mempunyainya.” (Shahih, al-Bukhari:880, Muslim:846). Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi Jumat seperti mandi janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2)-Memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik hari ialah hari Jumaat, maka perbanyakkanlah shalawat ke atas ku pada hari tersebut. Sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” (Shahih, Abu Daud:1047, dishahihkan oleh al-Arnaouth)

3)-Memperbanyak berdoa terutama diakhir waktu ashar.
Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pada hari Jumaat terdapat dua belas jam, pada waktu itu tidaklah seorang hamba Muslim memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkannya. Oleh karena itu, carilah ia diakhir waktu setelah shalat ashar.” (Shahih Abu Daud: 1048, di shahihkan oleh al-Hakim, adz-Dzahabi, an-Nawawi dan al-Albani)

4)-Membaca surah al-Kahfi.
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Barang siapa yang membaca surah al-Kahfi pada hari Jumaat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumaat.” (Shahih, al-Hakim:3392, dishahihkan oleh al-Albani)

5)-Bersegera dengan berjalan kaki ke masjid.
Kata Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang mandi pada hari Jumaat (seperti mandi janabat), kemudian bersegera dengan berjalan kaki, tidak menaiki kenderaan, dan mendatangi imam lalu mendengar (khutbah) dan tidak bermain-main, maka adalah baginya setiap langkah (bersamaan) amalan puasa dan solat selama setahun.” (Shahih Sunan Abi Daud: 345, al-Albani menshahihkannya)

6)-Memenuhi shaf terdepan.
Kata Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Jika kalian atau mereka mengetahui apa yang terdapat dihadapan shaf paling depan, nescaya akan dilakukan undian. [untuk mendapatkan shaf terdepan]” (Shahih, Muslim:439)

7)-Sholat tahiyyatul masjid apabila tiba di masjid, walaupun imam sedang berkhutbah.
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Jika salah seorang dari kalian tiba (di masjid) pada hari Jumaat dan imam sedang berkhutbah, maka solatlah dua rakaat dan ringkaskanlah shalat tersebut.” (Shahih, Muslim:875)

8)-Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)

# Yang seharusnya tidak kita lakukan pada hari Jumat adalah:

1)-Datang terlambat ke masjid.
Kata Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Pada hari Jumaat para malaikat duduk di pintu-pintu masjid, bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat (orang-orang yang datang shalat), apabila imam telah keluar (untuk memberi khutbah), maka lembaran-lembaran itu ditutup.” (Hadits Hasan, Ahmad:21756, dinilai Hasan oleh al-Albani)

2)-Membaca al-Quran atau memasang rakaman bacaan al-Quran dengan kuat.
Kata Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Ketahuilah sesungguhnya kalian semua bermunajat kepada Tuhan. Oleh karena itu, janganlah sebahagian kalian mengganggu sebahagian yang lainnya, dan janganlah sebahagian mengangkat suara atas yang lainnya dalam membaca al-Quran”, atau baginda berkata “di dalam solat.” (Shahih, Abu Daud:1332, dishahihkah oleh Ibn Abdil Barr dan al-Albani)

3)-Bermain tasbih, bersiwak dan lain-lain ketika mendengar khutbah.
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa memegang batu kerikil [ketika khutbah], maka dia telah berbuat hal yang sia-sia.” (Shahih, Muslim:857)

4)-Masih melakukan urusan keduniaan apabila adzan telah berkumandang.
Firman Allah subhanhu wa ta’ala : “Wahai orang-orang Yang beriman! apabila diserukan azan untuk mengerjakan sembahyang pada hari Jumaat, maka segeralah kamu pergi (ke masjid) untuk mengingati Allah dan tinggalkanlah berjual-beli (pada saat itu); Yang demikian adalah baik bagi kamu, jika kamu mengetahui ” (Surah al-Jumuah:9)

5)-Bercakap ketika sedang ada khutbah.
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika engkau berkata kepada teman engkau “Diam” pada hari Jumaat dan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah membuat sesuatu yang sia-sia.” (Sahih,al-Bukhari:934, Muslim:851)

6)- Bersandar ke dinding dan tidak menghadap khatib.
Kata Ibn Mas’ud r.a: “Jika Rasulullah SAW sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” (Hasan, at-Tirmizi:509, disahihkan oleh al-Albani)

7)-Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah
“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

(Dari berbagai sumber)

1st Post

بسم الله الرحمن الرحيم